2015/08/27

Diam adalah cara terbaik ketika bicara tak mampu memapa eksistensi diri




Diam adalah cara terbaik ketika bicara tak mampu memapa eksistensi diri

Sepenggal kalimat sederhana diatas yang penulis share kemedia sosial “facebook” berawal dari keresahan pribadi ketika cemooh dalam diskusi non formal mewarnai kegurauan terlalu dan berlarut. Melawan dengan cemeeh berarti sama rendahnya. tidak melawan, jangan fokus mendengarkannya. disitulah acuh tak acuh, diam. menemukan momentum terbaiknya. Karena nalurinya manusia akan tersinggung sendiri dengan cemoohnya yang diabaikan.

Namun sering sekali manusia yang hari-harinya mencemooh, merasa lebih dari yang lain, pandai retorika untuk kepentingannya melewati batas-batas nalurinya. dalam artian ketika cemoohnya sudah melukai orang lain dia tetap melanjutkan cemoohnya kembali meskipun nalurinya sudah berdering memberikan peringatan. Inilah yang disebut filsuf  yunani, Aristoteles. Kebiasaan buruk yang diulang-ulang. tidak hari ini, besok, lusa, dengan dan atau bukan dengan orang yang sama. cemooh sudah pasti menjadi tabiatnya yang tidak mengiriskan lagi menurutnya.

Yang lebih menariknya. Menurut ahli Psikologi, Dr. Ichsan Novic. Phd. Tidak mendengar dan memasukan segala sesuatu kedalam batin seperti Hinaan, guraan dan cemooh mampu melapangkan dada seorang dari segala beban hidup serta mampu memapa eksistensi diri dalam proses intropeksi diri.

Itu dari sisi baiknya. Disisi baliknya, buruk. Orang yang tidak pandai menjaga diri, dari cemooh orang lain, menyimpannya berarut sampai membentuk gejolak yang dalam, tentu akan melahirkan konflik, dendam dan pertentangan yang akhirnya menikung dikemudian hari. Itu sebabnya mengapa seseorang tidak fress apabila dendamnya tidak terealisasikan sesuai kehendaknya.

Kembali ke “Diam adalah cara terbaik ketika bicara tak mampu memapa eksistensi diri”

Dalam suatu kesempatan. Penulis pernah mendengar dan mengingat satu kalimat sampai sekarang, dari Mario Teguh disalahsatu stasiun televisi yang selalu disinggahinya mengatakan “jangan dengarkan apa yang mereka katakan tentangmu tapi dengar dan katakanlah pada dirimu, kebaikan apa yang mampu kau berikan untuknya”

Super bukan. Memberikan kebaikan kepada orang yang mencemooh dengan menanyakan kediri pribadi. Apa yang mampu kita berikan, maka berikanlah. Walaupun sekedar diam tanpa melawan tapi berdoa baik untuknya akan lebih baik dan tuhan pasti mengangkat derjat diam kita ketingkat yang lebih tinggi yang berarti memapa eksistensi diri, baik didepan-Nya maupun didepan sesama manusia.
Sederhana saja ketika kita dicemooh tapi tidak melawan, diam. orang lain yang menyaksikannya akan lebih bersimpati kediri kita walaupun orang yang mencemoohnya lebih mengkagumkan dari pada kita. Itu sudah menjadi hukum alam dan janji tuhan untuk mengangkat derjat orang yang dicemooh.

Lantas bagaimana jika orang lain tidak menyaksikannya?

Lebih sederhana lagi. kita punya tuhan yang selalu menyaksikan dan sebaik-baiknya penjelas kemakhluknya.

No comments:

Post a Comment