Melihat kemajuan
teknologi tanpa henti dan terus berkembang tanpa akhir, rasanya gamang untuk
dikatakan. Mulai dari teknologi transportasi, elektronik, robotik, alat rumah
tangga, olahraga, struktur perkotaan, wahana dan sebagainya tidak berakselerasi
dengan pertumbuhan, perkembangan hubungan manusia dengan tuhan.
Kalau dulu sejarah
mengenal Imam Ghazali, Ibnu Sina, ibnu Batunta, Ibnu Qayim, Al-Faribi dan seterusnya
dengan keterbatasan zamannya tapi mampu membangun hubungan yang menakjubkan
dengan ilahi. sesuai dengan karya-karya yang ditinggalkannya, prilakunya yang
menjadi suritauladan, tabiatnya yang produktif, kekuatan ingatan dan hafalannya
yang luar biasa tidak berbanding lurus dengan kemudahan-kemudahan manusia diera
Globalisasi ini.
Sekarang. sulit
menemukan manusia yang ilmunya melebihi atau sebanding dengan ulama salaf
terdahulu. Padahal teknologi, ilmu kedokteran, ilmu ekonomi, ilmu tata surya
sangat memukau. Apapun yang diinginkan sangat mudah dicari. Hadist-Hadist bertebaran
diinternet tinggal menyesuaikan lagi dengan kitab-kitab hadist yang terpercaya,
begitu juga dengan doa, cara menghafal cepat maupun bertemu dengan ulama
disebrangan sana. hanya hitungan jam manusia bisa menghampirinya dibelahan
dunia manapun.
Tidak dengan masa ulama
salaf dulu yang berjalan kaki ratusan kilometer demi mencari satu hadist, satu
guru, suatu tempat bahkan ada yang dalam perjalanannya mencari ilmu meminum air
urinnya sendiri karna kehausan, memakan dedaunan karna kelaparan yang akhir
dari harapan dan tindakannya hanya untuk mendekatkan diri kepada sang Khalid.
Bila dicermati. Ada
distorsi hubungan manusia dengan tuhan. Serta kecondongan menyilaukan diri
dengan teknologi namun teknologi tidaklah diharamkan. selama memberikan manfaat
terhadap sesama, selama itulah teknologi dianjurkan.
Yang menjadi
kejanggalannya. Teknologi semakin berkemajuan semakin sulit mencari, menemukan
pakar ibadah yang lebih atau setidaknya sejajar dengan manusia yang menghadpi keterbatasan
teknologi dizaman dulu. Mala, pakar ibadah semakin berkurang dan luntur.
Perlulah. merekonsilasi
kembali pemikiran, menginstal pemahaman serta mengkaji persamaan ilmu ibadah
dan umum yang seyongyanya berintregasi satu sama lain. yang pada akhirnya
menemui keyakinan bahwa ilmu, apabila sampai pada tingkatannya akan
dipertemukan dengan kekuasaan ilahi.
Tidak gampang memang.
Butuh proses dan bendungan kuat dari niat buruk kekuatan kiri untuk
merokstruksi kembali Pemikiran, sikap, tabiat, ilmu dan ibadah agar sampai
ketitik kemulian manusia-manusia dulu dan yang akan lahir dimasa mendatang.

No comments:
Post a Comment