2015/06/11
MAHESA BUDAK MELAYU
Liatlah Nak, Mahesa terkagum. Melihat arah telujuk ayahnya yang menghadap kelautan lepas. Matahari Terbenam, Semilir angin bersesuaian, gelombang ombak bertautan seakan kemuning jingga mengambarkan kesyukuran diri terhadap sang pencipta.
Tiada lagi kesedihan, kebimbangan dan keraguan hati. Semua musnah seiring mentari tenggelam didasar lautan. Bintang gemintang menghampiri malam, bulan menunjukan kebersahajaannya. Luluhlah tanggisan mahesa mengingat semua tentang ayahnya.
Dulu, ditanah melayu, dipelabuhan Bengkalis, Riau. Tempat lahir dan Besarnya mahesa. Ayahnya mengajarkan tentang Nilai-nilai kehidupan, Tata Keramah. Nasehat dan Agama. Mahesa selalu mendapatkan Hikmah dan Suritauladan dari sikap dan tutur kata ayahnya yang menjunjung tinggi Nilai-Nilai kemelayuan.
Terlahir dari seorang bunda yang meninggalkannya sebelum dapat merasakan kasih sayang seorang ibu, menikmati suapan seorang ibu. Merasakan ayunan buayan seorang ibu. Mahesa ditinggalkan bundanya, sesaat setelah mahesa hadir didunia. Ayahnyalah yang merawat, membesarkan dan menjaga mahesa. Dengan sekuat hati, sepercik air mata, seluapan keringat dan sebekal pengetahuan. Ayahnya selalu memberikan yang terbaik dan terindah untuk anaknya.
Menceritakan budaya melayu, kearifan Lokal, kebesaran tokoh melayu dihari lampau. Menjadikan mahesa, seorang lelaki yang pantang menyerah, tangguh dan cerdas. Sehingga gelar doktor ekonomi dari negeri seberang, Malaysia Didapatkannya tak lepas dari peran, nasehat dan cerita-cerita kepahlawanan yang didengarkan dari bibir sang ayah. Sungguh mahesa berterimahkasih dan bersyukur mempunyai seorang ayah yang mencintai dan menyayanginya setulus hati.
Ditepi pelabuhan bengkalis, riau. Mahesa terpaku, berdiam diri, menetesakan air mata. Post Power Syndrome (tekanan batin) menyelimuti dirinya. Tak kuasa mengenang, mengingat serta tidak percaya bahwa ayahnya telah menyusul bundanya, Beberapa bulan sebelum gelar doktoral diraihnya.
Mahesa terpukul sangat. Keringat ayahnya yang berprofesi sebagai nelayan, menyekolahkannya sampai tingkat sekolah menengah dan sampai mahesa mendapatkan beasiswa prestasi dinegeri seberang, Malaysia. Itu semua karna dan diperjuangkan untuk ayahnya. Lebih-lebih terpukul sejak tujuh tahun lampau, saat ayah melepaskan kepergiannya dipelabuhan tempat mahesa berdiri. Mahesa tidak lagi menginjakkan kaki kekampung halamannya, sesuai peraturan mengikat universitas pemberi beasiswa berprestasi, yang tidak mengizinkan pesertanya pulang sebelum menyelesaikan studinya.
Matahari mulai tenggelam, nelayan mengibarkan benderanya, angin bertiupan. Mahesa mengambil batu, mengenggamnya dan melemparkannya lalu berteriak, Tuhan…Kuikhlaskan semua orang yang kucintai kembali kepadamu. Kurelakan semua yang terjadi pada diriku, hidupku dan keluargaku karnamu. Sebelum aku menyusul Ayah, Bunda dan kembali kepadamu izinkan aku mengukir sercercik sejarah untuk kehidupan manusia sebagai tanda kembalinya kebesaran budak-budak melayu.
Mahesa, budak melayu adalah orang yang lapang dada, ikhlas menerima keadaan, bercita-cita besar dan itulah pelajaran terbaik yang diajarkan Ayahnya kepada mahesa. Tidak basah mengatakan bahwa mahesa mengikhlaskan semuanya. Karna dari dan kepadanyalah semuanya kembali. Ujar mahesa yang bergegas menuju rumah tuhan. muhammad yunus...
Labels:
Cerpen
Subscribe to:
Post Comments (Atom)

No comments:
Post a Comment