Frank
Slazak seorang guru di Amerika Serikat yang mengikuti
kompetisi yang diselengarakan NASA. 43 ribu orang menjadi kotenstannya dan Frank Slazak menggugurkan
lawan-lawannya. Memasuki babak final Frank
Slazak gugur dalam artian tidak berhak terbang sebagai Astronot keluar Angkasa.
Hatinya sedih, jiwahnya
terenyuh. Bagaimana tidak. tes demi tes telah dilewatinya. dia belajar siang
malam, tidak mengenal lelah dalam persiapan menguasai tes demi tes yang sangat
sulit.
Tepat 28 januari 1986. Frank Slazak menyaksikan penerbangan NASA bersama Kontestan yang
lulus seleksi. Tak kuasa, air matanya menetes,
ia bersedih. Kenapa bukan ia yang berangkat. 73 detik kemudian. Dadanya berdetak. Pesawat Challenger yang membawa Astronot
dan pemenang kontestan meledak diangkasa. Semuanya tewas, hancur
berkeping-keping. Singkat cerita, Frank
Slazak baru memahami takdir itu apa.
Barang kali kisah nyata
Frank Slazak dapat memaknai hidup
kita agar lebih menerima setiap takdir yang ditetapkan. Lapang dada terhadap
keputusan yang diberlakukan pada diri kita. tidak peduli menyesakkan atau
tidak. karna bisa jadi apa yang kita tidak sukai, baik itu kita. Atau
sebaliknya apa yang kita sukai ternyata amat tidak baik untuk diri kita.
Jangan sampai
keinginan, harapan kita yang tidak menjadi kenyataan membuat kita merasa
terpuruk, tuhan tidak adil, usah kita sia-sia, doa tidak diijabah. Jangan,
jangan sampai kita mengutuk diri kita karna tuhan tidak memberikan apa yang
kita inginkan. Kitalah yang tidak memberikan ibadah yang terbaik untuk tuhan
tapi tuhan selalu memberikan yang terbaik untuk makhluk-makhluknya.
Terimahlah. Jangan
sampai membuat kita terhenti dan tidak berarti. Filsuf yunani, Heraklitos mengatakan Panta rei. Hidup ini bergerak dan
semuanya harus bergerak seperti air yang mengalir, menerima setiap rintangan
dan tantangan tapi ia tetap terus mengalir sampai kemuara sungai yang
menandakan kerendahan hati.
Seperti itu juga
hidup. menerima setiap takdir yang ditetapkan berarti berproses dalam membangun
kerendahan hati. daun yang jatuh tidak pernah membeci angin. Darwis tere liye seorang novelis melanjutkan, semuanya sudah
tertuliskan sama sepertinya daun yang jatuh tidak pernah membenci angin. dia
membiarkan dirinya jatuh tidak melawan. Mengikhlaskan semuanya. penerimaan yang
indah bahwa hidup harus menerima.
Sederhana,
bermakna. Karna apapun. dicurangi, dikalahkan, tidak feer dalam kompetisi dan
sebagainya. semuanya telah tertuliskan. Terimahlah jika ikhtiar sudah dilakukan
tapi tetap seperti itu. itulah takdir terbaik yang tuhan tetapkan untuk diri
kita.

No comments:
Post a Comment