“Selagi
langit memperlihatkan kelabunya, selagi bumi masih mempertontonkan keresahannya
selama itulah demonstrasi tetapku gaungkan”
Demonstrasi
adalah instrument partisipasi dari sebuah sistim demokrasi. Tidak ada satu negara
domokrasipun yang melarang demonstrasi karna demonstrasi adalah wujud nyata
dari demokrasi.
Siapapun
boleh menyampaikan pendapat, aspirasi dan tuntutan. Tidak ada larangan ataupun
dihukum saksi dan mati seperti William
Wallace yang memperjuangkan the will to freedom ditanah Scotlandia. Ia mati
dipancung karna menyampaikan pendapat ke Raja Edward I diabad ke 13. Sehingga William
Wallace dikenal sebagai pelopor gerakan the will to freedom internasional.
Diindonesia
gerakan the will to freedom diilhami oleh kaum intelektual, mahasiswa. Ditandai
dengan keruntuhan ordebaru. Begitu kuatnya angin the will to freedom bergerak.
Kekuasaan soeharto yang sudah berkuasa 32 tahun lenyap seketika bagaikan
saripati yang ditiup angin. hilang, tidak meninggalkan jejak sedikitpun selain
kepahitan ditinta sejarah.
Dalam tahapan
demokrasi (awal-awal Reformasi) Thomas
Carothers menyebutnya sebagai opening demokration, proses demokratisasi menuju the will to freedom yang
sesungguhnya akan mengalami Gejolak sosial, ideologi, pendapat yang bercabang,
rumit dan panjang pada transisinya. Pada fase ini disebut fase pamungkas yang
paling dibutuhkan adalah konsolidasi demokrasi.
Namun konsolidasi
ini tidak akan berjalan alot apabila tidak dikawal baik oleh mahasiswa. Jangan
sampai konsolidasi demokrasi dijadikan ajang kepantasan bahwa ide dan
pendapatnya lah yang harus dirumuskan. Dan yang terpenting dalam fase pamungkas
demokrasi menuju konsolidasi demokrasi ini adalah pengawalan dari setiap
kebijakan dan kondisi real yang berlangsung dinegeri ini.
Tak terkecuali
yang penulis lakukan seperti aktivis mahasiswa lainnya yang mengawal perjalanan
menuju konsolidasi demokrasi. Dengan kata lain memastikan kebijakan dan
tanggungjawab pemerintah berpihak (amanah) terhadap rakyat.
Pengawalan ini
ditekankan pada demonstrasi. Itulah yang penulis sering lakukan saat ini.
dengan Beckgroung (aktif) dikementrian Sosial Politik BEM Uin Suska Riau.
penulis selalu menjadi bagian utama (ujung tombok) dalam setiap demonstrasi
yang ditunaikan.
Disinilah suka
duka dirasakan. Sebelum berbicara tentang itu. penulis ingin mengatakan bahwa
gerakan jalanan mahasiswa sekarang cendrung mengikuti momentum bukan menciptakan
momentum. Seperti itulah yang penulis bayangkan pada saat pertamakali ikut
serta dalam demonstrasi memperingati hari anti korupsi 9 desember 2013 dikantor
gubri. Mahasiswa cendrung bergerak apabila ada momentum (hari besar) seperti
hari anti korupsi, sumpah pemuda, kebangkitan nasional, mey days dan
sebagainya. tidak ada inisiatif dalam menciptakan sebuah momentum.
Pada saat
pertamakali demonstrasi. Penulis tidak tau apa followup dari demonstrasi
tersebut, apa hasilnya dan atau mengapa kita harus demonstrasi, turun kejalan,
berteriak, berpanas-panasan. Sama sekali tidak tau. apalagi tentang penunggang
demonstrasi, intrik politik, kepentingan. sama sekali tidak tau.
Waktu terus
berjalan, zamanpun berkembang. kini, punulis sudah tau apa tujuan demonstrasi,
mengapa harus demonstrasi, apa followupnya. Namun seiring itu. hati penulis
tersayat, pedih sampai meneteskan airmata, tak kuasa karna mahasiswa sudah
mulai mengadaikan idealismenya, mencari keuntungan dari setiap demonstrasinya
(pragmatis), diperbudak oleh ideologi, ditunggangi, intrik politik, kepentingan,
memanfaatkan kondisi, massa dengan dalil perjuangan dan kebenaran. tidak
sedikit yang berani melakakukan itu semua.
Jujur, sudah
puluhankali penulis malakukan demonstrasi bahkan menjadi korlap. sedikitpun tidak
pernah mengambil keuntungan (pragmatis) untuk kepentingan pribadi/kelompok,
memanfaatkan massa, kondisi, menjual idealisme meskipun pernah ditawari jutaan,
dilobi, ada kesempatan. sedikitpun tidak akan pernah penulis jual idealisme penulis
untuk sebuah kepentingan. Apalagi memaksa dan mengancam mahasiswa untuk ikut
serta dalam demonstrasi.
“Aku rela miskin
asalkan bangsaku sejahterah dan idealismeku tidak tergadaikan”
Sebelum
demonstrasi, penulis selalu mengikuti kajian, mengundang para pakar, aktivis,
dilengkapi data sehingga demonstrasi yang akan dilakukan memang sudah pantas untuk
dilakukan. tidak buta maupun taqli.
Untuk suka
dukanya. Sering kali uang pribadi penulis dipakai untuk biaya demonstrasi.
Mulai dari membayar bus, membeli pilot, spidol, kertas karton dan atribut
lainnya. tidak masalah bagi penulis karna apabila sudah bicara tentang
perjuangan maka perjuangan akan menuntut segalanya darimu mulai dari waktu,
tenaga dan materi ujar Hasan Al-Bana.
Waktu, seringkali
jam kuliah ditinggalkan, waktu makan terabaikan, istirahat, berguruan tidak
ada. Hanya ada kesempatan (konsolidasi) untuk mengejar waktu agar propogandis
dan demonstrasi berjalan dengan baik.
Tenaga, tidak
siang, malam bahkan diniharipun tenaga dibutuhkan untuk menyiapkan atribut,
menyusun rencana, membentangkan spanduk disudut kampus, melengkapi persyaratan bahkan
penulis pernah mengantarkan surat izin demonstrasi (persyaratan) kekapolresta pekanbaru
bersama rekan organisasi pada malam hari dalam keadaan meriang ditambah lagi
dengan hujan sehingga tubuh ini bergemetar kedinginan. Ingin rasanya menangis
tak kuasa, melepaskan tanggungjawab ini. tapi penulis tetap berusaha tegar dan
kuat.
Tidak berbanding
lurus. Berapa hari yang lalu demonstrasi yang kulakukan ditunding untuk sebuah
kepentingan namun kenyataan membuktikan sendiri bahwa yang menudingnya lah yang
memanfaat massa untuk kepentingan dan kelompoknya.
Walaupun pada saat dituding dada ini terasa sangat sesak,
ingin meneteskan airmata tanpa menjelaskan apa yang telah terjadi. Tuhanpun menunjukan
kekuasaannya. Sampai kapanpun hitam tetaplah hitam. Hitam tidak akan pernah terlihat
putih dan putih tidak akan pernah menjadi hitam. Yang baik tetaplah yang baik. Seperti
apapun bentuknya, tudingannya putih tidak pernah terlihat hitam.
“Dan
pepatah menuliskan “perampok itu suaranya lebih kencang saat melakukan
pembelaan. Beda dengan pejuang, dia membiarkan orang yang menilai".
Biarlah
tuhan yang menilai setiap perjuangan dan isi hati manusia. Tidak perlu
menjelaskannya karna kita punya tuhan yang sebaik-baiknya penjelas, Muhammad yunus.

No comments:
Post a Comment