2015/11/08

CATATAN DEMONSTRASIKU



“Selagi langit memperlihatkan kelabunya, selagi bumi masih mempertontonkan keresahannya selama itulah demonstrasi tetapku gaungkan”
Demonstrasi adalah instrument partisipasi dari sebuah sistim demokrasi. Tidak ada satu negara domokrasipun yang melarang demonstrasi karna demonstrasi adalah wujud nyata dari demokrasi.

Siapapun boleh menyampaikan pendapat, aspirasi dan tuntutan. Tidak ada larangan ataupun dihukum saksi dan mati seperti William Wallace yang memperjuangkan the will to freedom ditanah Scotlandia. Ia mati dipancung karna menyampaikan pendapat ke Raja Edward I diabad ke 13. Sehingga William Wallace dikenal sebagai pelopor gerakan the will to freedom internasional.

Diindonesia gerakan the will to freedom diilhami oleh kaum intelektual, mahasiswa. Ditandai dengan keruntuhan ordebaru. Begitu kuatnya angin the will to freedom bergerak. Kekuasaan soeharto yang sudah berkuasa 32 tahun lenyap seketika bagaikan saripati yang ditiup angin. hilang, tidak meninggalkan jejak sedikitpun selain kepahitan ditinta sejarah.

Dalam tahapan demokrasi (awal-awal Reformasi) Thomas Carothers menyebutnya sebagai opening demokration, proses  demokratisasi menuju the will to freedom yang sesungguhnya akan mengalami Gejolak sosial, ideologi, pendapat yang bercabang, rumit dan panjang pada transisinya. Pada fase ini disebut fase pamungkas yang paling dibutuhkan adalah konsolidasi demokrasi.

Namun konsolidasi ini tidak akan berjalan alot apabila tidak dikawal baik oleh mahasiswa. Jangan sampai konsolidasi demokrasi dijadikan ajang kepantasan bahwa ide dan pendapatnya lah yang harus dirumuskan. Dan yang terpenting dalam fase pamungkas demokrasi menuju konsolidasi demokrasi ini adalah pengawalan dari setiap kebijakan dan kondisi real yang berlangsung dinegeri ini.

Tak terkecuali yang penulis lakukan seperti aktivis mahasiswa lainnya yang mengawal perjalanan menuju konsolidasi demokrasi. Dengan kata lain memastikan kebijakan dan tanggungjawab pemerintah berpihak (amanah) terhadap rakyat.

Pengawalan ini ditekankan pada demonstrasi. Itulah yang penulis sering lakukan saat ini. dengan Beckgroung (aktif) dikementrian Sosial Politik BEM Uin Suska Riau. penulis selalu menjadi bagian utama (ujung tombok) dalam setiap demonstrasi yang ditunaikan.

Disinilah suka duka dirasakan. Sebelum berbicara tentang itu. penulis ingin mengatakan bahwa gerakan jalanan mahasiswa sekarang cendrung mengikuti momentum bukan menciptakan momentum. Seperti itulah yang penulis bayangkan pada saat pertamakali ikut serta dalam demonstrasi memperingati hari anti korupsi 9 desember 2013 dikantor gubri. Mahasiswa cendrung bergerak apabila ada momentum (hari besar) seperti hari anti korupsi, sumpah pemuda, kebangkitan nasional, mey days dan sebagainya. tidak ada inisiatif dalam menciptakan sebuah momentum.

Pada saat pertamakali demonstrasi. Penulis tidak tau apa followup dari demonstrasi tersebut, apa hasilnya dan atau mengapa kita harus demonstrasi, turun kejalan, berteriak, berpanas-panasan. Sama sekali tidak tau. apalagi tentang penunggang demonstrasi, intrik politik, kepentingan. sama sekali tidak tau.

Waktu terus berjalan, zamanpun berkembang. kini, punulis sudah tau apa tujuan demonstrasi, mengapa harus demonstrasi, apa followupnya. Namun seiring itu. hati penulis tersayat, pedih sampai meneteskan airmata, tak kuasa karna mahasiswa sudah mulai mengadaikan idealismenya, mencari keuntungan dari setiap demonstrasinya (pragmatis), diperbudak oleh ideologi, ditunggangi, intrik politik, kepentingan, memanfaatkan kondisi, massa dengan dalil perjuangan dan kebenaran. tidak sedikit yang berani melakakukan itu semua.

Jujur, sudah puluhankali penulis malakukan demonstrasi bahkan menjadi korlap. sedikitpun tidak pernah mengambil keuntungan (pragmatis) untuk kepentingan pribadi/kelompok, memanfaatkan massa, kondisi, menjual idealisme meskipun pernah ditawari jutaan, dilobi, ada kesempatan. sedikitpun tidak akan pernah penulis jual idealisme penulis untuk sebuah kepentingan. Apalagi memaksa dan mengancam mahasiswa untuk ikut serta dalam demonstrasi.

“Aku rela miskin asalkan bangsaku sejahterah dan idealismeku tidak tergadaikan”
Sebelum demonstrasi, penulis selalu mengikuti kajian, mengundang para pakar, aktivis, dilengkapi data sehingga demonstrasi yang akan dilakukan memang sudah pantas untuk dilakukan. tidak buta maupun taqli.

Untuk suka dukanya. Sering kali uang pribadi penulis dipakai untuk biaya demonstrasi. Mulai dari membayar bus, membeli pilot, spidol, kertas karton dan atribut lainnya. tidak masalah bagi penulis karna apabila sudah bicara tentang perjuangan maka perjuangan akan menuntut segalanya darimu mulai dari waktu, tenaga dan materi ujar Hasan Al-Bana.

Waktu, seringkali jam kuliah ditinggalkan, waktu makan terabaikan, istirahat, berguruan tidak ada. Hanya ada kesempatan (konsolidasi) untuk mengejar waktu agar propogandis dan demonstrasi berjalan dengan baik.

Tenaga, tidak siang, malam bahkan diniharipun tenaga dibutuhkan untuk menyiapkan atribut, menyusun rencana, membentangkan spanduk disudut kampus, melengkapi persyaratan bahkan penulis pernah mengantarkan surat izin demonstrasi (persyaratan) kekapolresta pekanbaru bersama rekan organisasi pada malam hari dalam keadaan meriang ditambah lagi dengan hujan sehingga tubuh ini bergemetar kedinginan. Ingin rasanya menangis tak kuasa, melepaskan tanggungjawab ini. tapi penulis tetap berusaha tegar dan kuat.

Tidak berbanding lurus. Berapa hari yang lalu demonstrasi yang kulakukan ditunding untuk sebuah kepentingan namun kenyataan membuktikan sendiri bahwa yang menudingnya lah yang memanfaat massa untuk kepentingan dan kelompoknya. 

Walaupun pada saat dituding dada ini terasa sangat sesak, ingin meneteskan airmata tanpa menjelaskan apa yang telah terjadi. Tuhanpun menunjukan kekuasaannya. Sampai kapanpun hitam tetaplah hitam. Hitam tidak akan pernah terlihat putih dan putih tidak akan pernah menjadi hitam. Yang baik tetaplah yang baik. Seperti apapun bentuknya, tudingannya putih tidak pernah terlihat hitam.

“Dan pepatah menuliskan “perampok itu suaranya lebih kencang saat melakukan pembelaan. Beda dengan pejuang, dia membiarkan orang yang menilai".

Biarlah tuhan yang menilai setiap perjuangan dan isi hati manusia. Tidak perlu menjelaskannya karna kita punya tuhan yang sebaik-baiknya penjelas, Muhammad yunus.

No comments:

Post a Comment